Rabu, 10 September 2014

Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Kerinci

Gunung Kerinci, adalah sebuah singgasana megah bagi para pendaki yang menginginkan sebuah petualangan dan cerita yang tak terlupakan. Dengan ketinggian 3805 mdpl, Gunung Kerinci merupakan gunung vulkanik tertinggi di Indonesia. Untuk menuju gunung, dibutuhkan waktu sekitar 12-14 jam dari kota Jambi.
Dari kota Jambi, pendaki bisa menyewa elf (bila mendaki dalam jumlah banyak) dengan harga 2,3 juta untuk perjalanan pulang – pergi dengan kapasitas elf untuk 12 orang, atau bila berangkat per seorangan akan dikenakan biaya 120.000 / orang sekali jalan (Safa Marwah dengan tujuan Sungai Penuh). Perjalanan dari kota Jambi ke Sungai Penuh akan ditempuh selama 10-12 Jam. Setelah sampai di Sungai Penuh, Pendaki dapat melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot ke desa Kayu Aro dengan biaya 10.000 – 15.000 per orang. Setelah sampai di Desa Kayu Aro, petualangan gunung kerinci pun dimulai.
Informasi:
Basecamp: Basecamp ibu Jus / bang Levi
Registrasi: Rp 2.500 dan melapor ke pos pendakian
Waktu Perjalanan :10 – 12 Jam
Mata Air: Shelter 2 (agak kotor), shelter 3 (bersih)
Tempat Berkemah : Shelter 2, Shelter 3
 Pendakian
Basecamp – Pintu Rimba (10 – 15 menit dengan mobil)
Untuk mencapai ke pintu Rimba dari Basecamp, pendaki bisa menyewa mobil dari basecamp. Mobil ini akan mengantarkan pendaki ke pos pendakian untuk melapor dan kemudian melanjutka  perjalanan ke pintu Rimba. Jika pendaki ingin berjalan kaki, pintu rimba bisa ditempuh dengan jarak 5-6 km.
Pintu Rimba – Pos 1 (15 menit)
Pintu Rimba berada di ketinggan 1810 mdpl. Perjalanan ke pos satu masih relatif santai. Jalanan yang dilalui adalah hutan dengan vegetasi yang cukup rapat dengan jalur yang cukup datar. Di Pos satu akan ditemukan sebuah shelter dan bangku panjang untuk beristirahat.
Pos 1 – Pos 2 (20 – 30 menit)
Perjalanan dari pos 1 menuju ke pos 2 masih cukup menyenangkan, dikarenakan jalur yang dilalui masih cukup landai. Perjalanan diirngi dengan suara lutung yang bersahut-sahutan dan masih dengan vegetasi yang rapat. Pos 2 berupa tanah yang agak lapang dengan pohon kayu yang bisa digunaka sebagai tempat duduk.
Pos 2 – Pos 3 ( 90 – 120 menit )
Jalur pendakian dari pos 2 ke pos 3 mulai menanjak. Bonus pendakian (jalur datar) makin jarang ditemukan. Jalur pendakian merupakan jalur aliran air sehingga jika hujan deras, pendaki harus melawan aliran air dari atas. Pos 3 berupa shelter dengan atap yang bisa digunakan untuk beristirahat.
Pos 3 – Shelter 1 ( 120 – 150 menit )
Jalur pendakian masih menanjak. Shelter 1 berupa tanah luas tanpa shelter.
Shelter 1 – Shelter 2 (120 – 180 menit)
Perjalanan dilanjutkan dengan medan yang semakin berat. Masih dengan vegetasi yang rapat, jalur pendakian yang berupa tanah liat dan jalur air. Jika hujan turun, jalur pendakian kerinci akan menjadi licin berkali-kali lipat. Di jalur ini, Pendaki harus siap untuk memanjat akar pohon dan bebatuan. Istilah lutut bertemu dengan jidat bisa dipakai disini.  Di tengah perjalanan, pendaki bisa melihat air terjun di tengah hutan dari kejauhan, beberapa kali medan pendakian berupa terowongan yang terbentuk dari dahan-dahan pohon, sehingga pendaki harus membungkuk untuk melaluinya. Shelter 2 biasa digunakan untuk tempat berkemah. Terdapat sumber air disekitar shelter ini. Hanya saja, tempat peristirahat ini tidak cukup luas sehingga pendaki harus berebut tempat untuk mendirikan tenda, jika penuh, pendaki bisa melanjutkan perjalanan ke Shelter 3
Shelter 2 – Shelter 3 (45 – 60 menit, tanpa carrier)
Dari shelter 2 menuju ke shelter 3 perjalanan yang ditemput cukup sulit. Disarankan untuk tidak membawa barang bawaan (mendirikan tenda di shelter 2). Jalur pendakian sangat curam. Beberapa kali pendaki harus memanjat dan melipir di pinggiran jalur dengan berpegangan pada ranting/dahan pohon. Shelter 3 merupakan tempat terbuka yang juga bisa digunakan sebagai tempat berkemah. Vegetasi muali berubah di shelter 3.
Shelter 3 – Tugu Yudha ( 60 – 90 menit )
Dari shelter 3 menuju ke Tugu Yudha, jalur pendakian sudah mulai berubah. Jalur yang sebelumnya berupa tanah liat sekarang berubah menjadi campuran pasir, kerikil dan batu. Pendaki harus berhati-hati karena jalur pasir kerinci cukup licin dan jika salah, Pendaki bisa terjerumus ke jurang.
Tugu Yudha – Puncak ( 15 – 30 menit)
Puncak Kerinci sudah sangat dekat bila Pendaki sudah berada di Tugu Yudha – sebuah memoriam untuk Yudha, seorang siswa SMA yang hilang dan tidak ditemukan hingga saat ini. Medan pendakian relative lebih mudah dari medan sebelumnya. Karena pasir dan kerikil di puncak lebih padat.
Puncak kerinci berupa kawah aktif. Dari puncak kita bisa melihat keindahan Danau Gunung Tujuh, Danau tertinggi di Asia Tenggara, serta melihat 3 provinsi sekaligus, yaitu Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Barat.

Informasi Tambahan:
 Wilayah Kerinci termasuk wilayah yang sering hujan. Disarankan pendaki membawa ekstra baju/jaket untuk menjaga badan tetap kering
 Mulailah mendaki dari pagi hari, hujan biasa turun diatas Jam 2 siang
Tidak disarankan untuk mendaki/turun pada malam hari. Hal ini dikarenakan medan yang cukup sulit, licin bila hujan, serta masih banyak satwa liar seperti babi hutan, harimau dll. Pendaki yang turun sebaiknya sudah melewati Shelter 1 sebelum gelap
Untuk menyewa porter sebaiknya memesan terlebih dahulu, banyak penyedia jasa porter di internet. biaya porter berkisar 150-200 ribu per hari
Catatan: Pendakian dilakukan pada tanggal 2-3 Mei 2014.

Kamis, 28 Agustus 2014

Harga BBM Cukup Naik Rp 500 per Liter

Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan potensi jebolnya kuota bahan bakar minyak bersubsidi akan menambah beban anggaran. Pertamina memperkirakan potensi over kuota hingga akhir tahun berkisar antara 1,35 juta kiloliter hingga 1,5 juta kiloliter.

Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko mengatakan, dengan potensi over kuota hingga 1,5 juta kiloliter, yaitu subsidi yang mencapai Rp 5.000-6.000 per liter, maka beban anggaran bisa membengkak Rp 8 triliun. "Kalau negara kesulitan membayar tambahan subsidi, harganya naikkan saja," kata Suhartoko di Bandara Halim Perdanakusuma, Rabu, 27 Agustus 2014.

Menurut dia, dengan perkiraan kebutuhan subsidi sepanjang September-Desember sebesar 16 juta KL dan beban anggaran yang harus ditanggung Rp 8 triliun, artinya pemerintah perlu menaikkan harga sebesar Rp 500 per liter. "Masyarakat aman, pemerintah enggak kena beban subsidi," ujarnya.

Namun simulasi tersebut harus dilakukan mulai 1 September. Suhartoko tak merinci besaran tambahan anggaran jika kenaikan harga tak kunjung direalisasikan. "Ya, intinya, kalau makin mundur keputusan, makin besar kenaikan," ujarnya.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, berdasarkan perhitungan Pertamina, potensi over kuota BBM subsidi mencapai 1,35 juta KL. "Kalau pengkitiran dihentikan, sementara kuota tidak ditambah dan kita do nothing, hitungan kami, Premium dan solar habis sekitar Desember," katanya di Bandara Halim Perdanakusuma.

Hanung menjelaskan awalnya tahun ini Pertamina menyalurkan BBM subsidi sesuai amanat APBN 2014 sebesar 48 juta KL. Kuota BBM subsidi tersebut terdiri atas bagian Pertamina 47,04 juta KL.

Belakangan, APBN Perubahan 2014 memangkas kuota tersebut menjadi 46 juta KL. Jatah Pertamina berkurang menjadi 45,35 juta KL. "Rinciannya, Premium 29,29 juta KL, solar 15,16 juta KL, dan kerosin atau minyak tanah sebesar 900 ribu KL," ujarnya.

Berdasarkan data yang ada, kebutuhan rata-rata Premium yang disalurkan oleh Pertamina hingga akhir Juli mencapai 81.132 KL dan solar 42.207 KL. Dengan kuota yang tersisa, kuota harian Premium dan solar masing-masing hanya sebesar 80.240 KL dan 41.452 KL. "Artinya ada defisit kuota yang sangat mengkhawatirkan," ujarnya.

Padahal kebijakan BPH Migas di antaranya pelarangan penjualan Premium di SPBU jalur jalan tol, pelarangan penjualan solar di Jakarta Pusat, dan pengurangan BBM nelayan sebesar 20 persen tidak efektif. Dengan demikian, jika tidak ada kebijakan apa pun dari pemerintah, Premium dan solar akan habis sebelum waktunya. "Premium pada 20 Desember dan solar awal Desember."

Kepimpinan Jokowi

Modal Sosial Kepemimpinan Jokowi

Antara menolak dan menerima dengan antusias, itulah respons publik terhadap deklarasi Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tapi, jika dibandingkan, jumlah orang yang antusias tetap jauh lebih besar daripada yang menolak.

Antusiasme publik dalam merespons pencalonan Jokowi antara lain disebabkan, menurut sebagian kalangan, kehadiran Gubernur DKI Jakarta ini dianggap sebagai antitesis dari sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tampak cerdas dan gagah. Jokowi dinilai lambat dan kurang tegas dalam mengambil keputusan.
Memang ada juga yang berpendapat antitesis SBY adalah Prabowo Subianto yang selain gagah juga menunjukkan sikap tegas. Tapi mengapa dalam sejumlah survei, elektabilitas Jokowi jauh di atas Prabowo? Ini bukti bahwa kalangan yang menganggap antitesis SBY bukanlah Prabowo, melainkan Jokowi, jauh lebih banyak.
Publik menganggap Jokowi sebagai pemimpin yang otentik, tidak formalistik dan sarat pencitraan seperti SBY. Penampilannya biasabiasa saja. Tapi justru karena biasa-biasa saja itulah, di luar gaya kepemimpinannya yang memang merakyat, secara fisik Jokowi dianggap merepresentasikan rakyat pada umumnya.
Apakah Jokowi benar-benar antitesis SBY atau bukan, yang jelas, di era de mokrasi seperti sekarang, tampak adanya proses transformasi dalam mendambakan sosok pemimpin. Tahap pertama, mendambakan so sok pemimpin yang gagah dan pintar. Pada sosok seperti inilah tumpuan rakyat diletakkan. Tampilnya SBY dianggap merepresentasikan tahapan ini.

Tahap kedua, setelah sosok yang gagah dan pintar terbukti kurang efektif menjadi pemimpin, publik kemudian mendambakan sosok pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang jujur, tulus, dan hadir di tengah-tengah rakyat. Jadi, yang didambakan bukan lagi tampilan fisiknya, tapi lebih pada karakteristiknya. 
Entah sampai kapan tahap kedua ini terus berlangsung, yang pasti, pada tahapan berikutnya (tahap ketiga), saya yakin publik akan lebih berfokus pada kompetensi. Seorang calon pemimpin akan dinilai layak menjadi pe mimpin saat memiliki ke mam puan yang memadai, mi salnya, dilihat dari capaian akademik dan pengalamannya memimpin (rekam jejak).
Mereka yang menolak pencalonan Jokowi pada umumnya menilai mantan Wali Kota Solo ini tidak memiliki kapasitas yang memadai sebagai pemimpin yang berskala nasional. Bisa jadi anggapan ini benar, tapi menurut saya, setidaknya Jokowi sudah memiliki modal sosial yang memadai sebagai pemimpin.

Modal sosial yang dimaksud adalah sumber daya yang dapat dipandang se bagai investasi untuk men dapatkan sumber daya baru (Hasbullah, 2006: 5). Secara sosiologis, modal so sial seseorang merupakan se suatu yang dimiliki dan berpengaruh secara positif dalam proses pola hubungan interaktif antara dirinya dan lingkungan, keluarga, asosiasi, serta komponen-komponen lainnya.
Karena menyangkut pola hubungan antara dirinya dan lingkungan, modal sosial seseorang bisa dipengaruhi pertama-tama oleh karakter, hobi, dan keterampilan nonteknis, seperti dalam mengelola kemarahan, kesabaran, dan hasrat individualnya. Selain itu, ada faktor kedekatan dengan rakyat, kejujuran, keberpihakan pada kebenaran, komitmen pada isu-isu kebangsaan, dan yang terakhir adalah momentum (kesesuaian antara dirinya dan kebutuhan publik).
Soal kedekatan pada rakyat, inilah modal sosial utama bagi pemimpin. Saat pemimpin mengabaikan kepentingan rakyat, pada dasarnya ia telah berubah menjadi penguasa, bukan pemimpin. Penguasa berjarak dan menjauh dari rakyat, sementara pemimpin menjadi bagian dari rakyat. Faktor kejujuran juga menjadi modal sosial yang penting bagi seorang pemimpin.
Banyaknya pemimpin saat ini yang dinilai tidak jujur, korup, banyak memanipulasi kepentingan negara untuk kepentingan diri dan partainya membuat kejujuran menjadi nilai yang sangat mahal. Keberpihakan pada kebenaran mungkin terlalu mewah bagi rakyat kebanyakan. Tapi modal sosial ini sangat penting, karena pemimpin akan kehilangan perspektif saat terlepas dari nilai-nilai kebenaran.
Last but not least, yang menjadi modal sosial calon pemimpin adalah ada nya momentum yang tepat. Banyak kalangan menyebut ini sebagai faktor ke beruntungan. Menurut saya, momentum tidak sama dengankeberuntung an. Mo mentum seorang pe mimpin adalah saat pe mim pin hadir di saat yang tepat. Arti nya, watak dan kepribadian yang ada pada dirinya se suai dengan kebutuhan ma syarakat yang akan dipimpinnya.
Keunggulan elektabilitas Jokowi dibanding capres yang lain, menurut saya, bukan semata disebabkan faktor pemberitaan media (media darling), seperti yang dituduhkan oleh lawan-lawan politiknya, melainkan karena Jokowi memiliki modal sosial sebagai pemimpin.
Modal sosial ini sangat penting untuk meraih ke percayaan publik. Jika kompetensinya dianggap belum memadai, bisa ditutupi dengan memilih calon wakil presiden yang dianggap punya kompetensi tinggi. Atau, dia bisa juga dibantu dengan merekrut tim kabinet yang ahli di bidangnya masing-masing (meritokrasi).

Ilmu pengentahuan Alam

Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science; atau ilmu pengetahuan alam) adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.

Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11)

Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.

Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.

Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA).

Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti[2].

Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam" kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam semesta).