Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan potensi jebolnya kuota bahan bakar minyak bersubsidi akan menambah beban anggaran. Pertamina memperkirakan potensi over kuota hingga akhir tahun berkisar antara 1,35 juta kiloliter hingga 1,5 juta kiloliter.
Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko mengatakan, dengan potensi over kuota hingga 1,5 juta kiloliter, yaitu subsidi yang mencapai Rp 5.000-6.000 per liter, maka beban anggaran bisa membengkak Rp 8 triliun. "Kalau negara kesulitan membayar tambahan subsidi, harganya naikkan saja," kata Suhartoko di Bandara Halim Perdanakusuma, Rabu, 27 Agustus 2014.
Menurut dia, dengan perkiraan kebutuhan subsidi sepanjang September-Desember sebesar 16 juta KL dan beban anggaran yang harus ditanggung Rp 8 triliun, artinya pemerintah perlu menaikkan harga sebesar Rp 500 per liter. "Masyarakat aman, pemerintah enggak kena beban subsidi," ujarnya.
Namun simulasi tersebut harus dilakukan mulai 1 September. Suhartoko tak merinci besaran tambahan anggaran jika kenaikan harga tak kunjung direalisasikan. "Ya, intinya, kalau makin mundur keputusan, makin besar kenaikan," ujarnya.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, berdasarkan perhitungan Pertamina, potensi over kuota BBM subsidi mencapai 1,35 juta KL. "Kalau pengkitiran dihentikan, sementara kuota tidak ditambah dan kita do nothing, hitungan kami, Premium dan solar habis sekitar Desember," katanya di Bandara Halim Perdanakusuma.
Hanung menjelaskan awalnya tahun ini Pertamina menyalurkan BBM subsidi sesuai amanat APBN 2014 sebesar 48 juta KL. Kuota BBM subsidi tersebut terdiri atas bagian Pertamina 47,04 juta KL.
Belakangan, APBN Perubahan 2014 memangkas kuota tersebut menjadi 46 juta KL. Jatah Pertamina berkurang menjadi 45,35 juta KL. "Rinciannya, Premium 29,29 juta KL, solar 15,16 juta KL, dan kerosin atau minyak tanah sebesar 900 ribu KL," ujarnya.
Berdasarkan data yang ada, kebutuhan rata-rata Premium yang disalurkan oleh Pertamina hingga akhir Juli mencapai 81.132 KL dan solar 42.207 KL. Dengan kuota yang tersisa, kuota harian Premium dan solar masing-masing hanya sebesar 80.240 KL dan 41.452 KL. "Artinya ada defisit kuota yang sangat mengkhawatirkan," ujarnya.
Padahal kebijakan BPH Migas di antaranya pelarangan penjualan Premium di SPBU jalur jalan tol, pelarangan penjualan solar di Jakarta Pusat, dan pengurangan BBM nelayan sebesar 20 persen tidak efektif. Dengan demikian, jika tidak ada kebijakan apa pun dari pemerintah, Premium dan solar akan habis sebelum waktunya. "Premium pada 20 Desember dan solar awal Desember."
Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko mengatakan, dengan potensi over kuota hingga 1,5 juta kiloliter, yaitu subsidi yang mencapai Rp 5.000-6.000 per liter, maka beban anggaran bisa membengkak Rp 8 triliun. "Kalau negara kesulitan membayar tambahan subsidi, harganya naikkan saja," kata Suhartoko di Bandara Halim Perdanakusuma, Rabu, 27 Agustus 2014.
Menurut dia, dengan perkiraan kebutuhan subsidi sepanjang September-Desember sebesar 16 juta KL dan beban anggaran yang harus ditanggung Rp 8 triliun, artinya pemerintah perlu menaikkan harga sebesar Rp 500 per liter. "Masyarakat aman, pemerintah enggak kena beban subsidi," ujarnya.
Namun simulasi tersebut harus dilakukan mulai 1 September. Suhartoko tak merinci besaran tambahan anggaran jika kenaikan harga tak kunjung direalisasikan. "Ya, intinya, kalau makin mundur keputusan, makin besar kenaikan," ujarnya.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, berdasarkan perhitungan Pertamina, potensi over kuota BBM subsidi mencapai 1,35 juta KL. "Kalau pengkitiran dihentikan, sementara kuota tidak ditambah dan kita do nothing, hitungan kami, Premium dan solar habis sekitar Desember," katanya di Bandara Halim Perdanakusuma.
Hanung menjelaskan awalnya tahun ini Pertamina menyalurkan BBM subsidi sesuai amanat APBN 2014 sebesar 48 juta KL. Kuota BBM subsidi tersebut terdiri atas bagian Pertamina 47,04 juta KL.
Belakangan, APBN Perubahan 2014 memangkas kuota tersebut menjadi 46 juta KL. Jatah Pertamina berkurang menjadi 45,35 juta KL. "Rinciannya, Premium 29,29 juta KL, solar 15,16 juta KL, dan kerosin atau minyak tanah sebesar 900 ribu KL," ujarnya.
Berdasarkan data yang ada, kebutuhan rata-rata Premium yang disalurkan oleh Pertamina hingga akhir Juli mencapai 81.132 KL dan solar 42.207 KL. Dengan kuota yang tersisa, kuota harian Premium dan solar masing-masing hanya sebesar 80.240 KL dan 41.452 KL. "Artinya ada defisit kuota yang sangat mengkhawatirkan," ujarnya.
Padahal kebijakan BPH Migas di antaranya pelarangan penjualan Premium di SPBU jalur jalan tol, pelarangan penjualan solar di Jakarta Pusat, dan pengurangan BBM nelayan sebesar 20 persen tidak efektif. Dengan demikian, jika tidak ada kebijakan apa pun dari pemerintah, Premium dan solar akan habis sebelum waktunya. "Premium pada 20 Desember dan solar awal Desember."